Posisi Di Antara Bintang - Ulasan Film
Position Among the Stars adalah film dokumenter oleh pembuat film Belanda dengan akar bahasa Indonesia. Filmnya mengambil tempat di daerah-daerah yang sangat miskin di Jakarta, Indonesia. Film ini adalah bagian ketiga dari trilogi yang mencakup satu keluarga yang terdiri dari tiga generasi. Dua film sebelumnya disebut Eye of the Day dan Shape of the Moon. Saya berharap dapat melihat dua film lain di beberapa titik karena mereka meliput peristiwa kehidupan sehari-hari dari keluarga yang sama.

Saya terutama tertarik pada nenek Kristen, Rumidja. Dia adalah suara nalar di rumah, menginginkan dua putranya yang dewasa untuk hidup layak untuk menghidupi keluarga mereka. Dia adalah cucu lelakinya, pendukung terbesar Tari, sangat ingin agar Tari sukses dalam hidup sehingga dia tidak harus tinggal di daerah kumuh ketika dia lebih tua. Tari bekerja keras untuk menyelesaikan ujian SMA-nya sehingga dia bisa memenuhi syarat untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, sesuatu yang tidak dilakukan orang lain dalam keluarga. Rumidja sangat bangga padanya.

Putra Rumidja Bakti memfokuskan waktunya pada Ikan Berjuang Siamnya, atau dikenal sebagai Bettas. Istrinya Sri akan sangat frustrasi dengan suaminya, yang hanya fokus pada ikan yang ia latih untuk bertarung dan memenangkan kontes untuk mendapatkan uang, daripada mencari cara yang lebih menguntungkan untuk memberi makan keluarganya. Jerami terakhir adalah ketika dia menggunakan air suci yang berharga dari gereja yang hanya diterima keluarga setahun sekali untuk ikannya. Sri, seorang juru masak yang menjual makanannya untuk mendapatkan penghasilan, kemudian mengambil ikannya dari toples mereka dan menggorengnya, menyebabkan kemarahan yang sangat besar di rumah.

Bakti dan kakak lelakinya, Dwi, adalah seorang Muslim. Dwi suatu hari menjadi sangat kesal dengan Rumidja karena membawa cucunya, Bagus, ke gerejanya untuk berdoa. Dwi tidak ingin Bagus mempelajari prinsip-prinsip agama lain. Rumidja terkadang disalahpahami, tetapi dia bermaksud baik. Dia mencari cara untuk membantu keluarganya belajar dan hidup lebih baik. Ketika menjadi jelas bahwa mereka tidak mampu mengirim Tari ke perguruan tinggi, Rumidja menggadaikan rumahnya untuk mengirim cucunya ke sekolah. Dalam perjalanan ke universitas, Tari didorong melalui lingkungan yang makmur di mana rumah-rumah tersebut adalah rumah-rumah mewah, sangat bertolak belakang dengan apa yang dulu ia gunakan untuk kondisi kehidupan.

Di akhir film, Rumidja mengunjungi seorang temannya bernama Tumisah. Tumisah tidak dalam kesehatan terbesar sehingga Rumidja membawanya pembakar gas portabel sehingga Tumisah bisa memasak tanpa harus mengumpulkan kayu bakar setiap hari. Malam itu Rumidja dan Tumisah pergi duduk di sebuah lapangan untuk melihat bintang-bintang, dan mereka menyanyikan lagu bersama tentang menjadi salah satu bintang. Itu membuat saya berpikir bahwa dua wanita yang lebih tua ini pasti menyanyikan lagu-lagu seperti ini ketika mereka masih muda. Mereka bernyanyi dari hati.

Walaupun film ini tentang perubahan ekonomi yang terjadi di Indonesia dan bagaimana hal itu mempengaruhi keluarga miskin, saya paling terhubung dengan perasaan orang-orang, terutama dalam frustrasi, perjuangan, dan sukacita mereka. Rumidja adalah matriark instrumental keluarga yang mendesak anak-anak dan cucunya untuk bertanggung jawab. Dia ingin agar generasi berikutnya tidak melakukan yang lebih baik daripada generasi sebelumnya. Melalui mata Rumidja saya menyadari bahwa kita semua sama tidak peduli dari mana kita berasal atau dalam kondisi apa kita hidup. Kita semua memiliki harapan, impian, dan yang terpenting, cinta untuk keluarga kita.

Petunjuk Video: BAHASAN DEWASA WITH UUS I TEMAN TIDUR (Mungkin 2024).